08 July 2011

Andai Harry Potter Pakai simPATI

Harry, Ron dan Hermione
Harry sedang mondar-mandir di kamar paling kecil, pada rumah besar di jalan Privet Drive Nomor 4. bekas lukanya masih terasa menusuk-nusuk menyakitkan, kelebat-kelebatan mimpi yang baru saja dialaminya berpusing dikepalanya seperti film yang kusut, tetapi tetap bisa diingatnya semua perkataan Voldemort kepada wormtail dan para pengikutnya, Pelahap Maut:

"Kita harus menemukan posisi anak itu, Wormtail, walau pun dia dilindungi, sehingga tidak bisa terditeksi dengan sihir, tetapi kita bisa mencoba alat-alat Muggle yang mereka sebut dengan PGS itu,"
"—GPS, tuanku..." ucap Lucius Malfoy mengoreksi pelan
"Yeah, itu yang kumaksud, Lucius, jangan mengajariku! aku dengar dengan SPG, kita bisa mengetahui posisi akurat dari apa yang kita cari." Tutup Lord Voldemort seraya mencabut tongkat kurus panjang, yang sedari tadi terselip di kantong dalam jubahnya.
"Kita sekarang kedatangan tamu, teman-teman pelahap maut, kalian kenal dengan Profesor Charity Burbage, yang sampai lima jam yang lalu, masih berstatus sebagai staf pengajar Ilmu Teluh Muggle di sekolah sihir Hogwarts, tapi sekarang tidak lagi, karena dia akan tergabung dalam dunia baru yang akan kita bangun bersama. Bukan begitu, Profesor Burbage?"Seringai Voldemort mengejek kepada seorang wanita berambut putih yang tergantung terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah, walaupun tak ada yang mengaitkan antara kakinya dengan langit-langit ruangan yang rendah.
"Te—te—terus, ap—ap—apa fungsi orang tua gila ini un—un—untuk kita, tuanku?" gagap Wormtail, seraya mengusap matanya yang agak berair.
"Seperti yang telah diberitahukan oleh severus yang baik, Beliau akan mengoperasikan PGS ini"
"GPS, tuanku" potong lucius, "Diam!" bentak voldemort, "Tak ada yang menyuruhmu berbicara, Lucius, kata-katamu tak berarti lagi sejak kau kehilangan tonkatmu."
Lucius Malfoy memucat, lalu menundukan kepalanya. Istrinya, Narcissa, memegang tangannya lembut, dan melirik dengki ke arah Voldemort.
Yang disebut belakangan kembali menoleh kepada para pelahap maut, sambil menghela napas, iya melanjutkan, "Tentunya diantara kalian tak ada yang bisa mengoperasikan SPG ini kan?" Semua menggeleng, tetapi tidak dengan Draco Malfoy, anak tunggal dari Lucius Malfoy. yang sedari tadi pandangannya tertuju kepada Profesor Burbage, dan nampak kecemasan, atau bahkan rasa kasihan di wajahnya yang runcing pucat.
"Nah, Profesor Burbage lah yang akan melacak keberadaan Harry Potter, dan ketika Potter ditemukan, aku akan membunuhnya, dan akan menguasai dunia sihir! Enervate!" Voldemort mengucap mantra seraya mengacungkan tongkatnya malas-malasan kepada sosok wanita yang tergantung, kemudian mata yang disebut belakangan membuka lebar ketakutan menatap mata mera Voldemort yang menyipit seperti selah.
"Ap—ap—apa yang kau inginkan?" desah seraknya memecah keheningan.
"Kau tahu, profesor, bahwa aku menginginkanmu untuk membantu kami melacak keberadaan Harry Potter dengan alat Muggle yang disebut PSG itu."
"Mak—mak—maksudmu GPS? Global Posisioning System?" lanjutnya masih terbelalak ketakutan.
"Betul, dan kini, masih seperti permintaanku sebelum aku membawamu kesini, bersediakah kau membantu kami? karena kami tak tahu menahu alat-alat muggole ini, SPG, Lepbong, entah apa namanya."
"Laptop" bisik Lucius pelan tak bisa menahan diri, tetapi Voldemort tidak memperhatikannya sama sekali. Mata merahnya terus menatap tajam kearah mata Charity Burbage.
"Ba—ba—baiklah, aku akan membantu, tetapi ak—ak—aku punya satu permintaan." Gagap Profesor Burbage lagi.
"Permintaan? permintaan apa yang bisa dipenuhi oleh Lord Voldemort yang baik hati pada pecinta darah lumpur dan Muggle?" Pandang Voldemort kepada para pelahap Maut seakan berbagi lelucon.
Semua tertawa, kecuali Draco Malfoy, dan ditengah kebisingan itu suara Charity Burbage pelan mengatakan, "Aku butuh provider simPati untuk melakukannya, karena simPATI memiliki banyak BTS dimana-mana, sehingga kecil kemungkinannya untuk meleset saat melacak keberadaan Harry Potter." ?



"Boy! cepat turun!"
Harry bankit dari lamunannya saat terdengar suara pamannya, Vernon Dursley, memanggilnya keras. Dia tak habis pikir, sudah sejak zaman dulu, sampai sekarang umurnya sudah enam belas tahun, pamannya masih menggunakan kata boy untuk memanggilnya.
Dia berpikir cepat, "Aku harus memberitahu seseorang, Hermione dan ron pasti akan dengan senang hati membantu, tetapi Dumbledore lah yang menjadi daftar paling atas kalau ada yang bisa berbuat ssesuatu untuk menghentikan Voldemort melaksanakan rencananya." Batinnya.
Dia hendak menulis surat kepada Dumbledore, dia sudah menarik perkamen kuning gading di meja belajarnya, ketika dia baru sadar kalau Hedwig, burung hantunya yang seputih salju, belum pulang dari berburu. Tetapi kalaupun Hedwig ada, dia toh tak akan bisa sepenuhnya membantu, karena dia tak tahu keberadaan Dumbledore saat libur musim panas seperti sekarang. Dia nyengir membayangkan Dumbledore sedang berlibur ke tepi pantai, memakai sun glasses di atas hidung bengkoknya. Tetapi ingatan setajam pisau cukur kembali terlintas di benaknya, "bukankah aku bisa menggunakan tekhnologi Muggle untuk mengetahui keberadaan seseorang? bukankah Profesor Burbage mengatakan dengan GPS dan simPATI akan lebih akurat?"
Dia berlari cepat menuruni tangga yang sempit, pikirannya terus memikirkan sepupunya, Dudley, dan untuk pertama kali dalam hidupnya, baru kali ini dia dengan perasaan senang hati ingin menemui Dudley.
"Siapa lagi yang bisa mengoperasikan alat-alat Muggle dengan baik, selain Muggle itu sendiri?" Batin Harry bersorak. Walaupun mau atau tidaknya Dudley membantu Harry, Masih mengerikan untuk memikirkannya, karena mereka sudah bermusuhan sejak masih kecil.

Seperti yang diharapkan Harry, Dudley sedang duduk didepan laptopnya. Dia sedang berbicara (Harry mengejapkan matanya tiga kali), dengan seseorang yang ada di layar laptop.

"Apakah Dudley bisa menggunakan sihir? apakah ini perapian sihir versi Muggle?" batinya penasaran.

Dia berjalan sepelan mungkin ke arah Dudley, lalu serama mungkin dari kebenciannya terhadap sosok gemuk besar Dudley, Harry menyapa, "Hi Big D (panggilan Dudley), apa yang kau lakukan dengan benda itu? apa kau sudah sinting berbicara pada komputer?"
Dudley tidak langsung menjawab, mata Babinya yang sipit memandang Harry dengan seringai menyebalkan, "Kau yang sinting, ini di sebut vidio call, bodoh!" ucapnya, kembali memandang wajah gadis yang menggerenyit di display laptop.
"Apa? kau menyebutku bodoh Dud?" teriak gadis di display marah.
"Buk—buk—bukan kepadamu sayang!" balas Dudley memelas, dan memandang Harry galak.

Harry menatap wajah di display, dan beribu pertanyaan memenuhi kepalanya tentang perangkat Muggle ini.

"Kau pakai simPati kan Dud? dan itu GPS?" tanyanya tak bisa menyembunyikan ketertarikannya.
"Sudah kubilang ini vidio call, bodoh, dan yeah, aku pakai simPati Internet Mania untuk koneksinya." Balas Dudley tak bisa menyembunyikan kejengkelannya.
"Apa? kau memanggilku bodoh lagi?" Teriak si gadis kembali marah, kemudian vidio call pun terputus.
"Brengsek kau, akan kupukul kau!" geram Dudley, tetapi sebelum tinju Dudley yang besar menghantam tubuh Harry yang kecil, sebuah tongkat kurus panjang mengarah tepat ke jantung Dudley. Sepersekian detik Dudley pun memucat, kemudian mata babinya membelalak ketakutan, kemudian berhambur ke dapur.
"Mom, dad, dia menggunakan kalian tahu apa kepadaku!" teriaknya keras.

Tetapi Harry nyengir, kemudian duduk di bangku kosong yang ditinggalkan oleh Dudley. Dia masih merasakan hangat bangku, ketika dia menengadah ke arah display laptop, mata hijaunya langsung bertatapan dengan mata biru cerah yang bersembunyi di balik kaca mata bulan separuh. Harry mengerejam sampai tuju kali, dan ketika matanya sudah berair (karena terlalu banyak mengerrejap), dia menyadari siapa yang dipandanginya di display laptop, wajah tua berkumis dan berjenggot keperakan yang menjuntai itu, tidak lain dan tidak bukan adalah kepala sekolahnya, Albus Dumbledore.

"Halo, Harry, kabar baik?" sapa Dumbledore sambil mengedip ramah.
Harry menyadari mulutnya terbuka dan cepat-cepat menutupnya. Dia bingung harus berbicara dimana, tetapi akhirnya dia berbicara seperti Dudley tadi saja, tepat mengarah kepada wajah yang berseri-seri diseberang layar.
"ap—ap—apa yang terjadi, Profesor?" tanyanya gugup.
"Kau belum menjawab sapaanku, nak, apa kabarmu?" ulang Dumbledore sambil tersenyum.
"Ba—baik, sir, apakah sekarang saya boleh bertanya?" ucap Harry masih gugup.
"Kau baru saja bertanya, nak, tentu saja boleh."
"Kenapa anda bisa ada di layar komputer sepupu saya Dudley, profesor?"
"Aku senang kau menanyakan itu, Harry. Jujur saja, hanya diantara kita berdua, kalau ini adalah ideku yang sangat hebat! Aku menyatukan tekhnologi Muggle yang menawan dengan sedikit sihir. Sesungguhnya, aku memasukan perangkat moggle yang mereka sebut dengan Vidio Call kedalam kaca mataku, sehingga dengan perangkat ini, hanya dengan membayangkannya saja, aku bisa menghubungi orang yang ingin kuhubungi!"
Harry tersenyum, dia tak bisa menyembunyikan kekagumannya atas ide brilian ini. Dia kembali menatap Dumbledore dan belum sempat berkomentar, Dumbledore kembali berkata, "kau harus memaafkan aku juga, Harry, karena telah mengirimkan kenanganku yang tentu saja telah kumodivikasi kedalam mimpimu tanpa izin."
"Ap—apa maksud anda?"
"Kenangan tentang Lord Voldemort yang sedang menyiksa Profesor Berbage tadi adalah kenangan yang kukarang, jadi sekarang untuk memperlihatkan kenangan, tidak musti menggunakan Pensieve lagi, tetapi bisa dikirim langsung melalui perangkat Muggle, yang tentu saja sudah kupadukan dengan sihir. Dan aku juga harus minta maaf kepada Lord Voldemort, karena telah membuatnya terlihat agak sedikit bodoh dalam kenangan itu."
Harry berpikir, dan mungkin yang dimaksud Dumbledore adalah saat Voldemort selalu tak bisa mengucapkan GPS, bahkan mengucapkan laptop menjadi lepbong, sehingga sangat sulit membuat Harry untuk tidak tersenyum.
"Brilian!" ucap Harry tulus, lalu menambahkan, "Tetapi tidak bisa saya sangkal, bahwa saya ketakutan setelahnya" tambahnya.
Dumbledore tersenyum simpul, dan berkata, "Terimakasih juga untukmu Harry, karena sudah bersedia untuk menemaniku mengujicoba temuanku ini. Tanpa bantuanmu, aku tak tahu hasilnya akan jadi apa. Tetapi kau harus menundukan wajahmu sedikit, Harry, karena kacamataku hanya separuh, jadi aku hanya bisa memandangmu separuh juga, hanya terlihat sampai ke lubang hidungmu saja!" ucapnya geli.
Harry hanya bisa mengangguk singkat seraya menunduk sedikit. dan belum sempat berucap apapun, Dumbledore sudah kembali berkata, "Ada satu lagi yang harus kuucapkan terimakasih,"
"Siapa, profesor? profesor Charity Burbage, guru Telum Muggle?" tanya Harry tak bisa menahan diri.
"Sama sekali bukan, Harry, walaupun beliau jadi inspirasiku saat membuat vidio mengerikan yang kukirimkan kepadamu. Yang juga harus diucapkan terimakasih adalah kartu simPATI, Harry, karena berkat nya lah, kita bisa bervidio call tanpa hambatan, dan seperti kenyataan!" ?

Harry tersenyum dan membatin, "Apakah Dumbledore sedang promosi?"

Suara hentakan keras langkah kaki terdengar dari arah dapur kembali menyadarkannya di mana dia berada. Dengan sedikit panik, Harry menoleh, dan dilihatnya paman Vernon sedang berjalan cepat, menyeringai galak kearahnya. Saat dia berbalik ke arah display laptop, alih-alih wajah Dumbledore yang ramah yang diharapkannya, tampak tulisan besar, keemasan, dan berjalan, "Seandainya Harry Potter Pakai simPATI" ?

Baca kelanjutannya di sini ya, Andai Harry Potter Pakai simPATI - Part II.

Baca juga :

  • Digg
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • TwitThis

11 komentar:

Tips Internet said...

wkwkwkw... penulisnya siapa nich J.B Rowling?
(J.B = justin bibier)
dapat saya simpulkan dari cerita diatas.. bahwa alat muggle justru lebih efektif ketimbang alat-alat penyihir wkwkw...

Riqo ZHI said...

@Tips Internet*LOL* tentu saja yang nulis J.R. ZHI heheheh, James Riqo ZHI wakakakak. Memang, ga efectif banget peralatan komunikasih sihir, terutama post burung hantu. Kalau bubuk floo sih mendingan, bisa diterima, tetapi burung hantu? wah, bakal lama banget nyampenya.

yusromuhtadi said...

wkwkwkwkwk keren,,,,,ijin copas boleh bang?

Riqo ZHI said...

@yusromuhtadi he,,he,,jangan dicopas,,klo dishare boleh heheh

Anonymous said...

klo boleh nambah...
ntar judulnya:
Harry Potter and Simpati Video Call
ntar Voldemortnya saingan pake XL ato Indosat ato apa lah

elig jakwin said...

bisa juga yah tukang sihir webcamean,,taun depan kayanya bikin livesing kaya sinta jojo,,modor juga si herry..GOKIL..

Riqo ZHI said...

@fikamaralisa Tenang, tar dibuat serial Fandom Harry Potter yang lain, yang lebih gokil lagi.

Riqo ZHI said...

@elig jakwin Masa Harry jadi artis dadakan? wakakakak, tar turun pamornya. Tapi nggak kebayang kalau Harry & Dumbledore nyanyi keong Racun!

agen bola said...

he,... seru nich sob ngikuti ceritanya.

casino sbobet said...

postingnya bagus sekali gan,.. terus berkarya ya gan...

agen bola said...

salam blogger indonesia gan, mantap artikelnya..

Post a Comment

Blog ini dofollow, silahkan tinggalkan komentar untuk meningkatkan PageRank, tapi berkomentarlah dengan tertip dan sopan, agar komentar kamu bisa tampil dengan nyaman :)