21 June 2011

Naskah Cerpen - Salah Sangkah

Bangga, mungkin itu yang jelas terasa, saat kita mengetahui karya kita diterbitkan oleh suatu media. Apalagi di majalah, koran, yang sudah pasti banyak kemungkinan orang membacanya.
Dua bulan yang lalu, aku mengirimkan naskah cerpen di bawah ini ke Diffa Majalah, dan alhamdulillah diterima dan dimuat pada Diffa Majalah edisi Juni 2011.
Bagi yang tertarik untuk menulis, boleh melihat contoh naskah cerpen ini, moga diterima.


"Dua puluh ribu aja, murah kok?"
Sayup kudengar desah serak laki-laki yang menunduk tepat di depan wajah seorang wanita di sebelahku. Tak berniat menguping, tapi rasa penasaran terus menuntunku untuk menyimak semua ancam dan bual pedagang yang tepat berada di sampingku.
Mataku beralih ke pintu, dan tampak trio pengamen bis kota manaiki undakan bis sambil membawa dua guitar dan juga galon air mineral.
"Cepat, teman-temanku udah naik. Kalau kamu nggak mau beli, mereka ngak segan-segan merampokmu!" Desah serak itu kembali terdengar makin sayup.

Sepintas aku melihat apa yang dibawanya. Dua kotak makanan yang sudah tidak utuh, dan aku yakin isinyapun sudah kadaluarsa.
"Cepat non!" Perintahnya lebih kasar. Seringai pria itu semakin tampak, tapi tak tampak wanita itu akan meluluh. Badannya tetap ditegakkan, sembari memegang erat tas kulit yang dipeluknya.
"Saya nggak mau, saya nggak punya uang." Jawab wanita itu ketus.

Beberapa menit kemudian, ketiga pengamen pun turun. Sambil memegang senjata di dalam saku jaketku, kuberanikan mendekati pria tadi.

"Maaf, bisa lebih sopan mas?" Sapaku sambil mencolek bahunya yang terbuka.
"Siapa lo berani-beraninya merintah gue?" Dia berkata sambil menatapku garang.
"Saya memang bukan siapa-siapa, tapi anda juga bukan apa-apa bagi saya." Tantangku sambil mengeratkan tangan pada benda dalam saku jaketku.
"Nantang nih?"
"Kalau ya kenapa? bukannya teman-temanmu sudah tak ada?" Ucapku masih dengan nada tenang.
"Hmm, dasar gede mulut, tapi segede nyali lo nggak ?" Ucapnya berkacak pinggang sembari tangannya yang kekar dan legam menyelip di balik jinsnya.

Terlihat seisi bis bergumam dan tak berani mendekat, hanya menyaksikan dengan mata terbelalak dan harap cemas.
Tangan yang terselip tadi perlahan mengendur, dan di sela-sela jemarinya nampak sebilah belati perak yang terlihat sangat tajam. Sambil tersenyum sinis mirip seringai, dia pun berkata, "Udah siap nih?" Sembari mengayunkan belati yang di pegangnya.

Seisi bis menjerit, dan tangis balita di belakangkupun pecah. Walaupun suasana menjadi sangat panik, tapi aku masih tetap tenang, sambil tersenyum kukeluarkan senjata yang sedari tadi kugenggam di dalam saku jaketku.

"Jangan bergerak!" Teriaku sambil menodongkan pistol kecil yang kupegang erat dengan kedua tanganku.
Seisi bispun kembali menjerit, tapi banyak juga yang bergumam lega.
"Jangan coba-coba menyandra, karena aku tak segan-segan menembakmu." Tambahku lagi.
Dia pun panik, dan terlihat wajahnya menjadi tegang dan memerah. Tanpa disuruh dia pun menjatuhkan belatinya ke lantai.

Aku maju selangkah dan dia pun mundur selangkah, hingga posisinya tersudut aku mulai bermain-main dan sambil tertawa akupun berteriak, "Dor!" Spontan pria itu lari tunggang langgang dan salah satu penumpang di depan melanggar kakinya dan iapun terjatuh, lalu kembali bangkit dan kemudian lari terbirit-birit.

Serentak tepuk tangan dan sorakan riuh mengisi bis yang mulai berjalan. Aku lega, karena sudah lebih dari tiga perempat jam bis ini nyaris tak bergerak. Tetapi tak kurang sedepa bis berjalan, sekitar setengah lusin petugas keamanan menghadang laju bis. Para penumpang kembali panik dan saling bergumam.

Sederet keaman mulai berlarian menaiki bis dan semua senjata serentak mengacung kepadaku. Seumur hidup baru kali ini aku ditodong oleh setengah lusin senjata, nyaliku ciut juga, tapi kutenang-tenangkan, karena aku melakukan hal yang benar.
Di pintu bis, sekilas aku melihat penodong yang kuatasi tadi. Senyum puas terpancar dari wajah legamnya.

"Angkat tangan!" Teriak salah seorang yang paling depan dan bertubuh paling besar.
Aku tak peduli, aku tetap memegang erat senjata di tanganku.
"Jatuhkan senjatamu, atau kami akan menembakmu" Teriak yang lainnya.
"Kalian ingin menembakku atas tuduhan apa?" Tannyaku polos.
"Jangan bodoh, anda bersenjata." Kembali yang paling depan berteriak.
"Memangnya salah?"
"Salah bila kau tak punya surat izin"
"Aku memang tak punya."
"Jangan main-main pak!" Teriak yang lain.
"Buat apa aku mempermainkan kalian? dan buat apa aku di tangkap?" Semua terdiam dan aku juga tak mengerti, para keamananpun terlihat menyemak. Sambil menarik napas panjang aku melanjutkan, "Apa ini balasan bagi orang yang menghalangi penodong? apa ini balasan bagi orang yang menegakan keamanan? memangnya Tadi tuan-tuan yang terhormat ini dimana? sampai-sampai kalian ingin menangkap orang yang tak bersalah?" lanjutku dan sekilas kupandang wajah di dekat pintu yang agak kebingungan.
Semua masih diam, tapi yang terdepan kembali berkata, "Jangan bodoh tuan, anda bersenjata ilegal dan itu melanggar hukum dan kami akan menangkap anda. Sekali lagi jatuhkan senjata anda, atau..."
Atau apa?" Tantangku tak kalah keras.
"Kami akan menembakmu!" Lanjut rekan di belakangnya.

Aku menoleh ke sekitar dan tampak semua mata menoleh kepadaku dengan tatap memohon penjelasan.
"Baiklah." Jawabku lemah. Aku mengangkat kedua tanganku dan menarik pelatuk pistolku ke langit-langit bis, "Tar!" bunyi letusan terdengar dan semua sontak menundukan kepala.

Tampak hening sesaat, sampai petugas yang paling depan mengangkat kepalanya ke arah langit-langit yang tertembak. Di sana terlihat serpihan-serpihan pelor plastik yang pecah dan tanpa pikir panjang ku lempar senjataku ke arahnya.
"Tidak mungkin!" Teriaknya nyaris ketakutan.
Perlahan rekan dibelakangnya maju ingin bertanya tapi dia menatap tajam kepadaku dan berkata, Ini pistol mainan?" itu pernhyataan, bukan pertanyaan, dan tampak wajahnya seperti memelas minta penjelasan.
"Seratus untuk anda, dan kini anda sudah tau siapa yang harus di tangkap kan?" Jawabku masih sambil mengangkat tangan.

Perlahan matanya menatapku, lalu beralih kepada lima temannya dan semua mata pun beralih memandang ke penodong yang masih menatap kosong di muka pintu. Lalu dengan teriakan petugas itu berkata, "Tangkap dia!" sembari menunjuk pada sosok bingung di muka pintu.

Baca juga :

  • Digg
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • TwitThis

14 komentar:

Yuki said...

Wah! Perang pemikiran! Ini yang disebut dengan melangkah satu langkah lebih depan daripada yang lainnya. Yang nampak tidak selalu yang sesungguhnya. Kebenaran versus kejahatan, dan motifnya uang (menurut saya ini motif yang paling rendah daripada motif kejahatan yang lain).

Trik psikologisnya sangat masuk. Saya sudah deg-degan dengan Bapak protagonis-nya mau diapain sama aparat.

Terima kasih atas ceritanya ya, terutama saat si pemeras mengeluarkan belatinya. Ini bisa jadi film 5 menit. Hehe.

Baiklah, maaf jika komentar saya terlalu panjang dan tidak berkenan di hati. Teruslah berkarya, Bro!

Salam Blogger!

Riqo ZHI said...

@Yuki Wah, makasih banget atas tanggapannya, belum ada yang nanggapin dari sisi ini, saya pikir pertamanya cerpen ini nggak menarik, eh malahan ini yang di-publish ama Diffa. Thanks juga atas kunjungannya ya!

Unknown said...

bagus cerpennya... :)

Riqo ZHI said...

@Nano makasih ya :-)

obat herbal penyakit getah bening said...

mantap mas brow cerpennya

pusat obat tradisional said...

bkin cerpen lagi mas riqo

obat herbal penyakit infeksi kemih said...

nice cerpen

OBAT HERBAL DARAH TINGGI said...

erpen yang sangat bagus.

OBAT HERBAL ASAM URAT said...

Saya tunggu cerpen berikutnya.

wisata muslim 2013 said...

keren ceritanya, ini cerita asli pa hanya fiktif ?? bisa ditiru nih untuk jaga2 (apalagi u/ kaum perempuan) :D

renovasi rumah said...

wajib bookmark blog ini

paket umroh promo 2013 said...

:) semangat untuk terus memperjuangkan kebenaran !!...

paket umroh reguler 2013 said...

:) tegakkan kebenaran dengan penuh keyakinan..

toko bunga semarang said...

sangat bermakna, terimakasih

Post a Comment

Blog ini dofollow, silahkan tinggalkan komentar untuk meningkatkan PageRank, tapi berkomentarlah dengan tertip dan sopan, agar komentar kamu bisa tampil dengan nyaman :)